Header Ads

09 February 2013

Metode Penelitian

Pada bagian ini dilakukan pengumpulan data-data yang ada berdasarkan masalah dan kebutuhan bangunan serta keperluan pada proses analisis struktur gedung. Adapun data-data yang diperlukan penulis uraikan sebagai berikut :

Data Struktur Bangunan

Konfigurasi bangunan

Denah struktur bangunan seperti terlihat pada lampiran Gambar 1.2 yang direncanakan memiliki konfigurasi sebagai berikut :

1.         Luas bangunan                 = 246,50 m2

2.         Tinggi perlantai                = 4 m
3.         Jumlah lantai                    = 2 lantai
Bentuk bangunan
Bangunan Gedung sekolah yang direncanakan berbentuk simetris tergolong dalam bentuk gedung beraturan. Untuk kejelasan bentuk bangunan gedung penelitian ini dapat dilihat pada lampiran A Gambar 1.1.
Faktor keutamaan gedung (I)
Struktur gedung berfungsi sebagai gedung sekolah sehingga berdasarkan RSNI-03-1726-201x, termasuk kedalam kategori resiko III yang nilai faktor keutamaan gedung (Ie) sebesar 1,25 dapat dilihat pada Lampiran B Tabel 1.1 dan 1.2. 
Faktor reduksi gempa (R)
Struktur bangunan gedung tergolong dalam kategori Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), sehingga besarnya nilai koefisien modifikasi respons adalah 8, Seperti terlihat pada Lampiran B Tabel 1.3.


Penentuan jenis tanah

Karena data teknis tanah tidak ada sama konsultan perencana bangunan gedung sekolah SPP SPMA Bireuen (Peusangan), maka Jenis tanah tempat struktur bangunan gedung didirikan diasumsikan ke dalam kategori tanah lunak.


Kategori desain seismik (Kds)

Untuk Kategori Desain Seismik (KDS) diatur dalam RSNI 03-1726-201x pasal 6.5, setelah menghitung parameter-parameter Fa dan Fv hasilnya diplotkan kedalam tabel kategori desain seismik, sehingga mengetahui struktur yang direncanakan termasuk kedalam kategori apa bangunan yang akan dirancang. Penentuan KDS tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan 3.2 di bawah:
Tabel 3.1 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan  pada periode pendek (0,2 detik)


NILAI SDS
KATEGORI RESIKO
I atau II
III
IV
SDS < 0,167
A
A
A
0,167 ≤ SDS < 0,33
B
B
C
0,33 ≤ SDS < 0,50
C
C
D
0,50 ≤ SDS
D
D
D

Tabel 3.2 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan pada periode 1 detik


NILAI SD1
KATEGORI RESIKO
I atau II
III
IV
SD1 < 0,067
A
A
A
0,067 ≤ SD1 < 0,133
B
B
C
0,133 ≤ SD1 < 0,20
C
C
D
0,20 ≤ SD1
D
D
D


Wilayah Gempa

Berdasarkan RSNI-03-1726-201x pada pasal 14, untuk wilayah gempa Indonesia ditetapkan berdasarkan parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek 0,2 detik) seperti pada Lampiran A Gambar 1.2, dan S1 ­(percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) seperti pada Lampiran A Gambar 1.3.





Langkah-langkah Analisis Linier

Pembebanan struktur bangunan
Pembebanan direncanakan sesuai dengan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Rumah dan Gedung (SKBI 1987). Pembebanan yang diberikan kepada model struktur mencakup beban mati, beban hidup, dan beban gempa.


Beban mati (Dead load)


Adapun beban mati yang diperhitungkan dalam model struktur terdiri dari beban mati struktural dan beban mati tambahan.

a.       Beban Mati Struktural

Berat sendiri elemen struktur terdiri dari berat sendiri elemen kolom, pelat lantai, tangga dan. Berat sendiri elemen struktural tersebut akan dihitung otomatis sebagai self weight oleh software ETABS V.9.7.

b.      Beban Mati Tambahan atau Super Imposed Dead Load (SILD)

Selain berat sendiri elemen struktural, pada beban mati juga terdapat beban lain yang berasal dari elemen arsitektural bangunan, yaitu :

·         Beban Partisi                                               : 0,49 kN/m2
·         Beban plafond dan mekanikal elektrikal    : 0,74 kN/m2
·         Beban dinding ½ bata                                : 0,49 kN/m2



Beban hidup (Live load)

Beban hidup yang bekerja pada lantai gedung diambil sebesar 2,50 kN/m2, sedangkan beban hidup yang bekerja pada lantai atap dack adalah 1,00 kN/m2.


Beban gempa (Quake load)

Beban gempa direncanakan berdasarkan kriteria bangunan dan jenis tanah dimana lokasi bangunan. Desain beban gempa menggunakan respons spektrum RSNI-03-1726-201x.



Permodelan struktur bangunan
Dalam penelitian ini, struktur gedung dimodelkan 3D sebagai struktur portal terbuka (open frame) dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) pada arah Utara-Selatan dan Barat-Timur. Pemodelan struktur gedung menggunakan software ETABS v.9.7. Permodelan struktur bangunan berupa:
Kolom
Semua kolom dimodelkan dengan penampang rectangular dengan faktor reduksi sebesar 0,7 untuk memperhitungkan keretakan penampang akibat gempa. Tulangan lentur kolom dimodelkan sesuai dengan luas tulangan yang terdapat pada as-built drawing. Kemudian, untuk keperluan analisis statik nonlinear/ pushover, sendi plastis dalam mekanisme lentur dan aksial diberikan pada pangkal, ujung-ujung kolom.
Berdasarkan dimensinya pada as-built drawing, terdapat 3 jenis kolom pada bangunan ini. Dimensi dari masing masing jenis kolom dapat dilihat melalui Tabel 3.3 dibawah ini dan untuk kolom digunakan selimut beton setebal 35 mm.
Tabel 3.3 Ukuran Penampang Kolom Bangunan

Jenis Kolom
Ukuran Penampang

K1
K2
K3

30 cm x 40 cm
40 cm x 30 cm
30 cm x 30 cm


Balok

Keseluruhan balok dimodelkan dengan penampang rectangular dengan faktor reduksi sebesar 0,35 untuk memperhitungkan keretakan penampang akibat gempa. Faktor ini akan mereduksi momen inersia, konstanta torsional, dan shear area penampang. Tulangan lentur balok dimodelkan sesuai dengan luas tulangan yang terdapat pada as-built drawing. Kemudian, untuk keperluan analisis statik nonlinear (pushover), sendi plastis dalam mekanisme lentur diberikan pada ujung ujung balok utama.

Balok terdiri dari 3 jenis memiliki ukuran yang berbeda dan dengan konfigurasi pemasangan tulangan yang sama. Dimensi dari masing-masing jenis balok dapat dilihat pada Tabel 3.4 dan digunakan selimut beton setebal 30 mm.

Tabel 3.4 Ukuran Penampang Balok Bangunan
Jenis Balok
Ukuran Penampang

B1
B2
B3
SL

30 cm x 40 cm
20 cm x 30 cm
15 cm x 30 cm
30 cm x 40 cm


Pelat lantai

Pelat lantai dimodelkan sebagai membrane dan dianggap sebagai rigid diaphragm. Sebagai membrane, pelat lantai dimodelkan untuk mendistribusikan beban area diatas lantai pada balok sekitarnya. Sedangkan pelat lantai sebagai rigid diaphragm berfungsi sebagai penyalur beban lateral ke kolom bangunan.ketebalan pelat lantai 1 (satu) 12 cm. Ketebalan pelat deck 10 cm. Penulangan pelat tidak diikut sertakan dalam pemodelan.

   

Tangga
Tangga dan bordes dimodelkan sebagai elemen shell.
      
Pondasi
Pondasi bangunan dianggap dapat memberikan kekangan terhadap transalasi dan rotasi. Sehingga seluruh perletakan bangunan dimodelkan sebagai perletakan jepit (fixed).
Input mutu material
Struktur bangunan gedung terbuat dari beton bertulang, material bangunan yang digunakan untuk keperluan analisis adalah sebagai berikut :
·         Massa jenis beton bertulang                      =  2,40 kN/m­­3
·         Berat jenis beton bertulang                       =  24 kN/m3
·         Mutu Beton (fc’)                                       =  22,5 Mpa
·         Modulus elastisitas beton                          =  4700  = 22294,06
·         Mutu baja tulangan pokok (fy)                 =  300 Mpa
·         Mutu baja tulangan geser (fy)                   =  240 Mpa
·         Angka poisson                                          =  0,2
Input respon spektra desain
Berdasarkan percepatan batuan dasar hasil analisis software spectra indonesia 2011 (Website Puskim-PU) untuk wilayah Bireuen (Peusangan), maka didapat:
SMS       = 0,902 g
SM1       = 0,933 g
            Nilai yang dimasukkan ke dalam software ETABS V.9.7 untuk Define Response Spectrum Funcation adalah nilai SDS dan SD1, yaitu:
SDS       = 2/3 SMS = 2/3 (0,902) = 0,601 g
SD1       = 2/3 SM1 = 2/3 (0,933) = 0,622 g
Grafik Respon spektra desain untuk wilayah Bireuen (Peusangan) dapat dilihat pada Lampiran A Gambar 1.4.



Input kombinasi pembebanan

Karena nilai SDS 0,601 > 0,50 pada kategori resiko III termasuk kedalam KSD-D, dan nilai SD1 0,622 > 0,20 pada kategori resiko III termasuk kedalam KDS-D. Dengan demikian struktur gedung didesain pada Kategori Desain Seismik (KDS) D, diambil nilai redundansi (ρ) 1,3. Maka hasil penjabaran faktor kombinasi pembebanan dengan nilai (ρ) 1,3 seperti pada Tabel 3.5 di bawah.


Tabel 3.5 Faktor Kombinasi Pembebanan dengan nilai ρ = 1,3

Kombinasi
Koefisien (DL)
Koefisien (LL)
Koefisien (EX)
Koefisien (EY)
1
2
1,4
1,2
0
1
0
0
0
0
3
4
5
6
1,36
1,04
1,12
1,28
1
1
1
1
0,39
-0,39
0,39
-0,39
1,3
-1,3
-1,3
1,3
7
1,36
1
1,3
0,39

Tabel 3.5 Faktor Kombinasi Pembebanan dengan nilai ρ = 1,3 (Lanjutan)
Kombinasi
Koefisien (DL)
Koefisien (LL)
Koefisien (EX)
Koefisien (EY)
8
9
10
1,04
1,28
1,12
1
1
1
-1,3
1,3
-1,3
-0,39
-0,39
0,39
11
12
13
14
0,71
1,09
1,02
0,78
0
0
0
0
0,39
-0,39
0,39
-0,39
1,3
-1,3
-1,3
1,3
15
16
17
18
0,73
1,07
0,83
0,97
0
0
0
0
1,3
-1,3
1,3
-1,3
0,39
-0,39
-0,39
0,39


 Run Analysis pertama (Analisis Linier)

Setelah semua penginputan pembebanan selesai baik beban mati tambahan, beban hidup dan beban gempa rencana, maka dilakukan run analysis pertama yaitu prosedur analisis linier.


Kontrol Analisis Linier
Setelah selesai dilakukan run analysis, maka tahap selanjutnya mengontrol dari hasil analisis, yaitu periode getar alami, gaya geser dasar (base shear), simpangan batas ultimit, rasio tulangan. Setelah didapatkan informasi bahwa dari hasil analisis linier struktur bangunan gedung masih aman, maka dilanjutkan analisis pushover.
 Langkah-langkah Analisis Pushover
Setelah mengontrol dari hasil analisis pertama (analisis linier), sampai memberi informasi bahwa struktur bener-bener aman, tahap selanjutnya baru melakukan analisis pushover. Adapun langkah-langkah pada proses analisis pushover adalah:
1.      Memasukkan pushover case pada software ETABS.
2.      Menempatkan properti sendi pada ujung balok dan kolom. Untuk balok pakai default-M3 (arah sumbu kuat), dan untuk kolom pakai default P-MM (M2M3) untuk arah sumbu kuat dan sumbu lemah.
3.      Menentukan titik kontrol pada atap.
4.      Setelah langkah 1 sampai langkah 3 selesai dimasukan, kemudian lakukan run analysis statik nonlinier pushover.
5.      Analisis beban dorong dilakukan dalam 2 tahap; pertama struktur diberi beban gravitasi berupa beban mati dan beban hidup yang tereduksi. Analisis tahap pertama belum memperhitungkan kondisi nonlinier. Kedua struktur diberikan pola beban lateral yang diberikan secara monotonik bertahap.
6.      Pembebanan lateral ditingkatkan sampai komponen struktur yang paling lemah berdeformasi yang menyebabkan kekakuannya berubah secara signifikan (terjadi leleh dari penampang).
7.      Proses pembebanan dilanjutkan sampai batas kinerja terdeteksi dari perpindahan titik kontrol pada atap. Langkah 5 sampai langkah 7 dilakukan secara otomatis oleh program ETABS.
8.      Kurva pushover diplotkan agar menggambarkan respons perilaku nonlinier.
9.      Kurva pushover digunakan untuk menentukan target perpindahan.
10.  Mengambil hasil dari analisis pushover.
11.  Selesai.
Bagan Alir Penelitian
Langkah-langkag penelitian ini dapat digambarkan seperti diagram alir di bawah ini: