Skip to main content

Simpangan Antarlantai

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 pasal 8, simpangan antar lantai ditentukan oleh 2 kinerja, yaitu sebagai berikut:
1. Kinerja batas layan
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui 0,03/R kali tinggi tingkat yang
bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana nilainya kecil berdasarkan persamaan berikut.
Δi < (0,03/R)xhi....................................................................................  (1.1)
Δi < 30 mm ..........................................................................................  (1.2)


2. Kinerja batas ultimit
Berdasarkan SNI 03-1726-2002 pasal 8.2.1, kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan. Sesuai pasal 4.3.3 simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ζ sebagai berikut :
-          Untuk struktur gedung beraturan :
ζ = 0,7 R ............................................................................................     (1.3)
-          Untuk struktur gedung tidak beraturan :
ζ = (0,7 R/faktor skala).............................................................................  (1.4)
Faktor Skala = (0,8V1/vt)  1..................................................................  (1.5)
            Sedangkan berdasarkan RSNI 03-1726-201x pasal 7.8.6, simpangan antar-lantai hanya terdapat satu kinerja, yaitu kinerja batas ultimit. Penentuan simpangan antar-lantai desain (Δ) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Apabila pusat massa tidak terletak sejajar dengan garis dalam arah vertikal, maka diizinkan untuk menghitung defleksi pada dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa tingkat atasnya.
Bagi struktur dirancang untuk kategori desain seismik S, D, E atau F yang memiliki ketidakberaturan horizontal tipe 1a atau 1b, simpangan antar-lantai desain (Δ) harus dihitung sebagai selisih terbesar dari defleksi titik-titik di atas dan di bawah yang diperhatikan yang letaknya segaris secara vertikal di sepanjang salah satu bagian tepi struktur.

Defleksi pusat massa di tingkat x
 (dx)0 dalam mm haris dihitung berdasarkan persamaan berikut:
             dx =  Cd dxe/Ie                  ..........................................................................................  (1.6)  
di mana :
Cd   =   faktor pembesaran defleksi.
dxe =   defleksi pada lokasi yang disyaratkan dan ditentukan sesuai dengan   analisis elastis.
Ie      =  faktor keutamaan berdasarkan kategori resiko.
            Penentuan simpangan antar lantai dapat dilihat pada lampiran Gambar 2.5 dan Simpangan antar-lantai izin (Δa) dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.14
Lampiran P.1.3 Simpangan Antar Lantai

Popular posts from this blog

MANADO TUA

Posisi foto tersebut gue shoot dari lokasi Grand Luley Hotel.  Pulau Manado Tua, Potensi pesona pantai dan laut, potensi lainnya yang dimiliki pulau yang berjarak sekitar 10 mil ini dari kota Manado adalah keberadaan hutan lindung, kubur raja Mokodokek, raja Kokodompis, dan raja Wulangkalangi; Apeng Datu (pantai raja) yang merupakan eks istana raja Manakalangi, Apeng Gugu (pantai istana wakil raja), pantai Apeng Salah, Batu Senggo (batu layar), Batu Kadera, batu tempat istirahat (Pangilolong), dan Bua alo yang sekarang menjadi ibu kota kelurahan Manado Tua Dua,  yakni Bualo.  Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di pulau yang biota lautnya muncul sekitar bulan Agustus dan September ini antara lain berkeliling ( sigtseeing )  menikmati keindahan taman lautnya dengan perahu berdasar kaca ( katamaran ),  snorkeling  (berenang memakai alat pernapasan), menyelam ( diving ), foto bawah laut ( photography underwater ), rekreasi air seperti olah raga air...

Proposal Tugas Akhir

Mengingat pada beberapa tahun terakhir telah banyak gempa besar yang terjadi di Indonesia. Sebagai contoh, gempa Aceh pada tahun 2004, gempa Jogja pada tahun 2006, gempa Padang dan Bengkulu pada tahun 2007. Dari gempa tersebut menyebabkan banyak terjadi kerusakan pada struktur bangunan. Setelah dilakukan kajian yang mendalam tentang hal ini, bahwa gempa besar yang terjadi ternyata percepatan batuan dasar lebih besar daripada percepatan batuan dasar yang telah ditetapkan dalam peta gempa SNI 03-1726-2002. Berdasarkan penemuan tersebut menyebabkan peta gempa SNI 03-1726-2002 dinilai sudah tidak sesuai lagi diaplikasikan sebagai pedoman perencanaan struktur tahan gempa (Meilano, 2010).